
Untuk mendapatkan beritanya saja harus menginap selama tiga
hari ditempat tersebut, mengingat banyak sumber yang harus dicari
berkaitan dengan pura tersebut. Sementara, beberapa waktu lalu
ada Krama Desa Sebun Ibus yang memberitahukan ada Pura yang mana
pelinggihnya ada mobil di dalamnya. Pura tersebut terletak di Desa
Karang Dawa, Nusa Penida yang berada di kawasan paling barat Nusa
Penida. Untuk mencari lokasi ini dari pelabuhan Nusa Penida bisa
ditempuh dengan kendaraan bermotor selama kurang lebih 40 menit. Itu
juga kalau diajak sama orang sana, karena jalanan aspal yang tidak
begitu baik dengan dipenuhi pasir di jalanan sangat sulit untuk dilalui.
Dengan berbekal keterangan krama tersebut, selain rasa keingintahuan
yang cukup besar, dengan diantar beberapa pemuda dari Desa Sebun Ibus,
akhirnya perjalanan pun tiada halangan. Bahkan hingga di lokasi
kebetulan Kelihan Desa Karang Dawa, I Wayan Partai ada di rumahnya.
Dengan hutan yang cukup lebat. Awalnya kita disambut oleh ratusan
ekor kera yang mendiami lokasi tersebut. Kera-kera tersebut
bergelayutan di atas pohon juwet yang mulai berbuah. Terasa tidak
terganggu dengan kedatangan beberapa kendaraan, kera-kera tersebut sibuk
memunguti buah-buahan yang ada di sana.
Dari depan tampak bangunan pura
yang sepertinya baru beberapa bulannya di rehab ulang oleh krama
pangempon. Dengan batu paras putih, khas Nusa Penida, bangunan Pura
Paluang ini cukup megah berdiri. Ketika masuk ke jaba sisi pura, aura
magis sudah nampak jelas, yang mencirikan ketengetan pura ini. Betapa
tidak, pura ini letaknya saja sudah di atas tebing terjal dan di
pinggiran desa, yang lumayan jauh dari perumahan krama Karang Dawa.
Selanjutnya langkah kaki pun
dilanjutkan ke jaba Tengah dengan persetujuan Jro Kelihan Desa. Baru
melangkahkan kaki masuk ke jaba tengah, hal yang mengherankan muncul. Di
mana bangunan pura yang sangat luar biasa, sangat berbeda dengan
kahyangan lainnya di Nusa Penida, Bali Daratan dan bahkan di dunia
sekali pun hanya ada satu pura dengan palinggih yang ada mobilnya.
Namun mobil yang ada bukanlah
mobil beneran namun itu hanya bentuk bangunan palinggih dengan bentuk
mobil yang lengkap dengan roda, kap yang terbuat dari batu padas. Untuk
diketahui palinggih mobil yang di sebelah timur adalah berbentuk mobil
Jimmy dengan ukuran dan desain modern zaman kekinian. Dan di
tengah-tengah areal palinggih ada juga bangunan berbentuk mobil namun
mobilnya ini berukuran kecil. Dengan reposisi mobil dibentuk seperti
sedan VW. Selain bangunan itu ada palinggih yang biasa seperti taksu,
padma, gedong dan palinggih lainnya.
Menurut Wayan Partai, Pura
Paluang tidak memiliki prasasti hingga kini. Namun menurutnya dulu
sempat ada prasasti, dan belum sempat dibaca sudah hilang dan belum
diketemukan hingga kini. Namun dari cerita-cerita leluhur di desa
tersebut, kata dia, bangunan berupa mobil ini sudah ada sejak zaman
dahulu kala. “Entah siapa yang membuat mobil ini, namun yang jelas
sebelum ada mobil di Indonesia di sini sudah ada,” ujar pria 35 tahun
ini.
Dulunya bangunan berupa mobil
tersebut dibuat dengan menggunakan kayu yang dibentuk sedemikian rupa
menyerupai sebuah mobil. Namun karena kayunya sudah mulai keropos dengan
tidak menghilangkan ukuran, bentuk dan desainnya bangunannya pun
direhab ulang dengan menggunakan batu dengan tujuan agar lebih awet dan
tahan lama.
Ida Bhatara yang berstana di
Mobil Jimmy tersebut adalah Ida Bhatara Ratu Gede Ngurah dan Hyang Mami.
Entah siapa beliau yang jelas, dia menyebutkan itu adalah leluhur dari
krama Desa Karang Dawa yang sangat disungsung hingga kini oleh sekitar
80 KK krama pangempon.
Medal dengan Mobil Saat Grubug Krama Jadi Keneknya
Sementara di palinggih mobil
yang bentuknya sedan itu ada juga Ida Bhatara yang malinggih yang tidak
jelas diketahui itu sebagai Bhatara siapa namun yang jelas itu adalah
leluhur dari krama.
Pada saat
malam hari seringkali krama mendengar suara deru mobil dengan kecepatan
tinggi menuju arah barat laut. Bahkan krama setempat yang lain ketika
ditanya juga menyebutkan saat malam hari tampak seperti mobil yang lewat
dengan suara deru yang keras dengan sinaran lampu yang begitu terang.
Namun deru itu hanya sepintas saja dan lari bagaikan pesawat jet yang
sudah tidak tampak lagi ke mana perginya.
Namun menurut kelian Desa, mobil
tersebut keluar yang dikendarai langsung oleh Ida Bhatara sendiri
dengan keneknya dari desa setempat. Namun sayang, kini bukti orang yang
menjadi kenek tersebut sudah almarhum. Sebelum meninggal dia katanya
sempat bercerita bagaimana dirinya menjadi kenek. Sebagaimana mobil
biasa, perlu adanya lampu sein, rem dan lain sebagainya hal itupun
dilihat langsung oleh juru kenek yang mengikuti ke mana sang sopir
mengarahkan setirnya.
Mobil tersebut katanya ke luar
di saat ada grubug di daerah lain yang mana tujuan keberangkatan ini
adalah untuk memberikan bantuan pengobatan oleh Ida Bhatara. Dengan
demikian disebutkan, di sini juga banyak orang yang datang secara
diam-diam untuk mendapatkan merta, anugerah untuk menjadi seorang
pengusada mumpuni.
Bagi balian
yang ingin mempertajam ilmunya bisa saja matirtayatra ke pura ini, atau
bahkan juga bisa meditasi. Karena suasana yang sepi sangat mendukung
untuk kegiatan meditasi maupun melakukan kegiatan ritual keagamaan
lainnya.
Rencang Ratusan Bojog
Yang menambah keangkeran dari
Pura ini adalah bentuk patung-patung kuno yang sangat aneh-aneh. Ada
hanya tinggal kepalanya saja, ada tinggal badannya saja. Ini terjadi
karena pergerakan bumi yang terus mengikis benda-benda seperti ini.
Sebagaimana
pura-pura lainnya pastinya ada penjaga sebagai pengaman secara niskala
dari Pura ini. Disebutkan ratusan kera yang disebutkan di atas tadi
adalah rerencangan beliau. Namun tidak semuanya.
Kera-kera
tersebut tampak aneh, mereka tidak masuk ke pelataran pura melainkan
berdiam di sekeliling panyengker pura yang luasnya sekitar 50 are.
Sambil mencari buah-buahan kecil, kera tersebut sepertinya terus
mengawasi gerak-gerik krama yang datang ke Pura.
Gong Aneh
Selain keangkeran dan keanehan
pura tadi, Wayan Partai juga menyebutkan di bawah sebelah timur dari
Pura ini terdapat sebuah gua yang aneh. Tidak sembarangan krama yang
bisa datang ke tempat ini.
Menurutnya
goa yang ada di pinggang jurang ini tidak bisa dilalui langsung turun
dari pura ini, karena sebelah pura sudah langsung jurang, hanya ditutupi
semak dan juga pohon juwet dengan rindangnya, hingga pinggir jurang pun
tidak tampak. Untuk mendapatkan lokasi ini biasanya dilewati dengan
cara berjalan di pinggiran laut lewat barat dengan jarak tempuh hingga
dua jam lebih lamanya dari desa setempat.
Di goa ini menurutnya ada sebuah
hal aneh di mana ada seperangkat gambelan gong yang lengkap bahkan
sangat lengkap. Yang dibentuk menggunakan batu padas. Dia perkirakan
benda tersebut sudah ada lebih dari 500 tahun lamanya. Selain gong batu
tersebut juga ada yang patung orang yang sedang memegang gamelan
layaknya mereka sedang megambel.
Apakah mereka dulunya itu benar,
mungkinkah kena kutukan atau apa, yang jelas kelian satu ini tidak
berani berkesimpulan seperti itu. Karena selain aneh juga sangat angker
sekali. Sayangnya gambarnyapun tidak bisa diambil karena kebetulan saat
itu pinggiran laut sedang kebek hingga tidak bisa dilalui.
Jujur, apa yang saya paparkan di atas sebenarnya tentang kampung halaman
saya. Tapi sayang, sejak tahun 1996 saya hidup di perantauan tepatnya
di Sulawesi Tenggara, Kota Bau-Bau sejak umur saya masih 5 tahun.
Perkembangan kampung saya ini sama sekali saya tidak tahu. SD kelas 5
saya sempat pulang ke Karang Dawa, mengantar nenek saya yang sudah 5
tahun ikut bersama kami merantau. Saya juga sempat sembahyang di Pura
Paluang bersama keluarga di sana.
Saat ini saya sangat rindu dengan keluarga besar di Karang Dawa,
terutama nenek saya. Yang lain seperti Panca, Bli Rna, Bli Becol, Bli
Dar dan om saya Wayan Partai (saya tidak bisa sebutkan semua). Saya I
Made Yase S. mengucapkan terima kasih kepada Admin Kharismadani.com yang
sudah mempostingkan artikelnya mengenai kampung saya Karang Dawa.
Informasi tentang kampung saya pertama kalinya saya baca di
Kharismadani.com.
Adapun tempat wisata yang saya masih ingat seperti Pasih Uug dan Tanah Bias. Hanya itu yang saya ingat, hehehe.
Tentang Pura
Nama : Pura Paluang
Stana : Ida Bhatara Ratu Gede Ngurah dan Hyang Mami
Alamat : Desa karang Dawa, Nusa Penida barat
Piodalan : Tumpek Krulut
Pangempon : 80 KK (2008)
Mangku : Mangku Setiawan dan mangku Suar
Di pugar : tahun 2007
Kelihan Desa : Wayan Partai
Keunikan : Pura ini berisi bangunan berbentuk mobil yang mana saat melancaran Ida Bhatara menggunakan Mobil.
Reporter : Budi Krista
sumber : http://nusapenida.weebly.com/spiritual.html
Kharismadani.com
0 komentar:
Posting Komentar