Aku, Dia dan Dirinya

"Kring...kring..kring...", suara nada teleponku berbunyi.
"Halo, dengan siapa?", tanyaku.
"Aku, Rika. Tetangga kamar kamu. Temen aku bilang kunci kamar dititip sama kamu ya?", tanyanya meyakinkan.
"Oh, iya. Kemarin dia sempet titip sama aku. Tapi, aku sekarang lagi di luar."
"Kalo gitu aku tunggu aja sampai kamu pulang", jawabnya.
"Iya, sebentar lagi aku pulang".
Hati ini rasanya berseri-seri, orang yang selama ini aku kagumi, menghubungiku lewat telepon. Tidak aku sia-siakan, nomor teleponnya pun langsung aku save di memoryku. Sepertinya hari ini memang hari baikku. Buru-buru aku bergegas pulang yang sudah lebih dari 3 jam duduk di bibir empang berharap ada ikan menyambar mata kailku. Tetapi, tak satupun aku dapatkan.
Sesampainya di rumah, aku langsung temui dia. Sempat aku sedikit tercengang saat melihat dia bersama seorang laki-laki dengan postur tubuh hampir sama denganku. "Siapakah orang itu?. Kenapa bisa ia bersamanya?. Apa ia itu kekasihnya"?.
"Fanny, ini kunci kamar kamu..!", aku menyapanya dengan sedikit menundukkan kepala.
"Oh, iya. Terima kasih".
Aku bergegas kembali ke kamar, tapi di benakku selalu bertanya-tanya "siapakah orang yang bersamanya itu, apa dia kekasihnya? Oh Tuhan, perasaan ini tak tenang". Jantung ini serasa berhenti tak berdetak mengingat kejadian tadi sore. Sambil berbaring, aku menatap ke jendela yang tampak sedikit cahaya menorobos ke dalam kamarku. Tidak terasa aku terlelap hingga petang.
Hujan dan halilintar membuatku terbangun dari tidur lelapku. Perlahan kubuka mata dan memalingkan muka ke jendela. "Argh, hujan lagi", desahku perlahan. Sejenak aku teringat kejadian sore tadi. Kenapa aku memikirkannya lagi, seakan-akan pikiran itu sudah bersarang di otakku. "Kriookkk..". Aku tercengang serentak bangkit dari tempat tidur. "Urgh, peruttkkuu..!!". Aku baru ingat, perutku belum terisi sejak siang tadi. Bergegas aku merogoh kantong mencari sisa uang recehan. Sungguh nikmat malam ini, menikmati semangkuk mie instan dengan ditemani nada sumbang dari kerumunan katak di pinggir parit.
Ternyata benar dugaanku selama ini, orang yang bersamanya itu adalah kekasihnya. Dia yang sejak lama aku kagumi ternyata sudah ada yang memiliki. "Oh Tuhan, cobaan apa lagi yang Engkau berikan padaku?". Tak satupun wanita yang aku kenal benar-benar pantas untuk aku dekati. Semua ada yang memiliki, salah satunya adalah dia.
Beberapa bulan kemudian...
Komunikasi memang selalu lancar antara aku dengan dia, baik melalui handphone atau tegur sapa saat berpapasan. Lama sudah aku berteman dengannya, tapi ia masih dengan kekasihnya itu. Tak tahan menunggu, aku mencoba dekati dia. Aku mengirimi dia pesan singkat melalui handphone, balasan yang aku dapatkan tidak ada jawaban berarti. Semuanya dianggap biasa-biasa saja olehnya. Sampai suatu saat aku meyakinkan dia tentang perasaanku padanya. Sungguh gila, usahaku selama ini tidaklah sia-sia. Apa yang aku harapkan darinya telah aku dapatkan jawabannya. Dia mau menjadi kekasihku, tapi dengan status selingkuhan.
Setahun lebih hubungan ini aku jalani dengannya, pertengkaran memang pernah terjadi tapi tidak berlangsung lama. Entah kenapa aku sangat mencintai dia. Tapi, kadang aku berpikir, "apakah aku salah melakukan hal ini kepadanya sementara aku tahu dia ada kekasihnya". Pikiran ini terus tak berujung menghantuiku. Sampai suatu saat, hubungan kami diketahui oleh kekasihnya. Pertengkaran pun tidak dapat dihindari dan akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Yang terjadi hanyalah penyesalan dari diri masing-masing. Penyesalan yang hanya akan menjadi kenangan, karena saat ini dia telah menjadi milikku seutuhnya. Kini kami menjalani hubungan yang sebenarnya. Yang kami lakukan sekarang adalah menjadikan diri masing-masing untuk lebih dewasa dan belajar dari kesalahan sebelumnya.
Cerpen di atas adalah hasil karya saya sendiri berdasarkan kisah nyata saya..:-)
(Karrankdawa@gmail.com).

0 komentar:

Posting Komentar